Sunday, 31 January 2016

Si Gembel

Si Compang-Camping

Di sebuah rumah besar yang terletak di tepi pantai, hiduplah seorang bangsawan tua yang kaya raya, yang tidak memiliki istri dan anak yang masih hidup, kecuali seorang cucu perempuan yang wajahnya tidak pernah dilihatnya seumur hidup. Bangsawan Tua tersebut sangat membenci cucu perempuannya karena menganggap si Cucu Perempuan inilah yang menyebabkan kematian anak perempuan yang sangat disayangi saat melahirkan. Saat perawat akan memperlihatkan sang cucu yang masih bayi, Bangsawan Tua tersebut menolak bahkan berkata dan bersumpah, apapun yang terjadi pada cucunya, hidup ataupun mati, dia tidak akan pernah mau melihat wajah cucunya tersebut.
Lalu dia membalikkan badan, duduk di dekat jendela sambil memandang ke arah laut, menangisi anak perempuannya yang telah meninggal, hingga rambut dan janggutnya yang putih tumbuh melebihi bahu serta mengelilingi tempat duduknya hingga akhirnya menyentuh lantai, dan air matanya yang menetes turun lewat jendela, membentuk alur pada batu di bawahnya dan akhirnya menjadi sungai kecil yang menuju ke laut. Sementara itu, cucu perempuannya tumbuh tanpa ada yang memberikan perhatian, atau memberinya pakaian yang layak, hanya perawat tuanyalah yang berbaik-hati, dimana saat tidak terlihat orang lain, kadang memberikan dia sedikit makanan dari dapur, atau pakaian yang penuh dengan tambalan dan terbuat dari kain karung; sementara pelayan-pelayan di rumah itu sering mengusirnya keluar dengan pukulan ataupun ejekan, memanggil dia dengan sebutan si "Compang-camping", menunjuk-nunjuk kaki dan bahunya yang telanjang, hingga akhirnya sang Cucu berlari keluar, menangis, dan bersembunyi di semak-semak.
Akhirnya sang Cucu beranjak menjadi dewasa dengan makanan dan pakaian yang seadanya, menghabiskan lebih banyak waktunya di luar rumah dengan hanya di temani oleh seorang penggembala angsa yang pincang. Si Gembala Angsa ini adalah orang yang sangat periang, di saat sang Cucu kelaparan, kedinginan, atau keletihan, si Gembala tersebut akan memainkan suling kecilnya sehingga sang Cucu melupakan semua masalahnya dan akhirnya ikut menari bersama sekumpulan angsa.
Pada suatu hari, orang-orang ramai membicarakan tentang Raja yang akan melakukan perjalanan melalui tanah dan kota mereka, dan untuk itu, Raja akan membuat perjamuan dan pesta dansa yang besar untuk para bangsawan dari negeri tersebut, dan Pangeran, putra satu-satunya, akan memilih seorang istri dari kalangan bangsawan tersebut. Saat waktunya tiba, salah satu undangan kerajaan untuk menghadiri pesta dansa sampai ke rumah sang Bangsawan Tua. Seorang pelayan mengantarkan undangan tersebut ke Bangsawan Tua yang masih duduk di dekat jendela, terlilit oleh rambut putihnya yang panjang dan masih meneteskan airmata ke sungai kecil di bawah jendela.
Saat mendengar perintah sang Raja dalam undangan, dia mengeringkan air mata dan menyuruh pelayan untuk memotong rambutnya yang panjang. Kemudian dia menyuruh mereka untuk mempersiapkan baju dan perhiasan yang mewah yang akan dipakainya; lalu dia juga memerintahkan mereka untuk memberi pelana yang berhiaskan emas dan sutra pada kuda putihnya, karena sang Bangsawan Tua akan mengendarai kuda bersama dengan sang Raja; Namun dia sama sekali lupa bahwa dia memiliki seorang cucu perempuan yang bisa dibawa ke pesta dansa tersebut.
Sementara itu si Compang-camping duduk di lantai dapur sambil menangis saat mengetahui bahwa dirinya tidak dibawa untuk menghadiri pesta dansa. Dan ketika perawat tua mendengarnya menangis, dia lalu menghadap ke Bangsawan Tua, memohon agar bangsawan tersebut membawa cucu perempuannya menghadiri pesta dansa sang Raja.
Tetapi bangsawan tua itu cuma mengernyitkan dahi dan menyuruhnya diam; sementara pelayan yang lain tertawa dan berkata sinis, "Si Compang-camping cukup senang dengan pakaian tambalannya dan bermain bersama si Gembala Angsa! Biarkan saja dia, karena dia sudah pantas dengan keadaannya yang sekarang."
Kedua dan ketiga kalinya, perawat tua tersebut terus memohon agar sang Cucu dapat ikut ke pesta, tetapi jawaban yang didapatkan adalah tatapan marah dan kata-kata yang kasar, hingga akhirnya dia dikeluarkan dari ruangan oleh pelayan-pelayan yang mengolok-oloknya dengan kata-kata kasar disertai pukulan.
Sang perawat tua menangis sedih karena tidak berhasil membujuk tuannya, berusaha untuk mencari si Compang-camping; tetapi gadis tersebut telah diusir keluar oleh tukang masak di dapur, dan mencari temannya si Gembala angsa untuk menceritakan kepedihannya karena tidak dapat hadir di pesta sang Raja.
Saat Gembala Angsa mendengarkan kisahnya, dia lalu menghiburnya dan mengajukan usulan agar mereka pergi bersama menuju kota untuk melihat Raja dan segala hal yang indah-indah; dan ketika si Compang-Camping terlihat sedih saat memandang bajunya yang terbuat dari tambalan-tambalan kain karung serta kakinya yang tidak memiliki alas kaki, sang Gembala memainkan satu-dua lagu dengan sulingnya hingga suasana berubah ceria, dan si Compang-Camping melupakan semua derita dan air matanya, dan tanpa disadarinya, sang Gembala telah menarik tangannya untuk menari sepanjang jalan menuju kota.
"Yang lumpuh pun masih bisa menari apabila mau," ujar si Gembala Angsa sembari meniup sulingnya.
Sebelum mereka berjalan terlalu jauh, seorang pemuda yang tampan, berpakaian mewah, berkendara kuda, berhenti untuk menanyakan arah kastil di mana sang Raja menginap, dan ketika dia tahu bahwa arah yang mereka tuju adalah sama, sang Pemuda turun dari kudanya dan berjalan bersama mereka.
"Kamu sepertinya orang yang menyenangkan dan enak dijadikan teman," katanya,
"Teman yang baik, pastinya," kata sang Gembala lalu meniup sulingnya dengan nada yang aneh.
Nada sulingnya sangat aneh, dan membuat sang Pemuda menatap dan menatap terus ke arah si Compang-Camping hingga dia tidak memperhatikan lagi baju yang penuh tambalan yang tengah dikenakan oleh si Compang-Camping. Hanya wajah cantik si Compang-Camping yang terlihat menarik perhatian sang Pemuda.
Lalu sang Pemuda berkata, "Kamu adalah wanita tercantik di dunia, Maukah engkau menjadi pendamping hidup saya?"
Saat itu sang Gembala Angsa tersenyum sendiri dan memainkan lagu yang sangat merdu.
Tetapi si Compang-Camping hanya tertawa. "Anda salah, sepertinya saya tidak pantas untuk jadi pendamping Anda," katanya; "Anda akan merasa malu demikian juga dengan saya, apabila Anda mengangkat gadis seperti saya menjadi istri Anda! Pergi dan pinanglah salah seorang dari gadis bangsawan yang Anda lihat nantinya di pesta dangsa Raja, dan tidak usah memperhatikan gadis miskin seperti saya."
Semakin sang gadis menolak, semakin merdu lagu yang dimainkan oleh si Gembala Angsa, dan semakin dalam jugalah sang Pemuda jatuh cinta kepada si Compang-Camping; hingga akhirnya sang Pemuda memohon agar si Compang-Camping berkenan hadir di pesta dansa Raja pada jam 12 malam nanti, bersama dengan Gembala Angsa dan angsa-angsanya, seadanya seperti sekarang, dengan pakaiannya yang penuh tambalan dan tanpa alas kaki, sebab sang Pemuda akan membuktikan bahwa dia akan tetap sudi berdansa dengannya di depan sang Raja dan seluruh bangsawan, sembari memperkenalkan bahwa dia adalah calon pengantinnya.
Saat si Compang-Camping akan menolak kembali, sang Gembala berkata, "Terimalah rezekimu yang datang saat ini."
Saat malam tiba, halaman kastil dipenuhi dengan cahaya dan suara musik, dimana para bangsawan menari di depan Raja. Tepat saat jam menunjukkan pukul 12 malam, si Compang-Camping dan si Gembala Angsa, diikuti oleh kumpulan angsa yang riuh, memasuki pintu besar dan berjalan lurus langsung ke lantai dansa, sementara di samping kiri dan kanan, para bangsawan berbisik-bisik sambil tertawa meledek, dan Raja yang duduk di takhta, menatap dengan tatapan heran dengan pemandangan yang ganjil ini.
Saat mereka tiba di depan takhta, sang Pemuda yang ternyata adalah Pangeran, bangkit dari kursinya di samping Raja, dan menyambut si Compang-Camping. Memegang tangannya, lalu berbalik menghadap raja.
"Ayahanda!" ujarnya. "Saya telah menentukan pilihan, dan gadis di samping saya inilah pengantin saya, wanita tercantik dan termanis yang pernah saya temui di dunia ini!"
Sebelum dia selesai berkata, sang Gembala Angsa meniupkan sulingnya dan memainkan beberapa lagi yang terdengar seperti kicauan burung di tengah hutan; pada saat itu juga, Pakaian si Compang-Camping berubah menjadi gaun dan jubah yang indah dan penuh dengan perhiasan berkilau. Tak hanya itu, sebuah mahkota terpasang di atas rambutnya yang berwarna emas, dan sekumpulan angsa di belakangnya menjelma dayang-dayang yang memegang gaun indahnya yang panjang hingga ke belakang.
Saat sang Raja bangkit untuk menyambut, terompet di bunyikan untuk menghormati sang Putri, Seketika itu pula orang-orang yang berada di jalan saling bercerita. "Ah, sekarang Pangeran telah mendapatkan gadis tercantik di seluruh negeri sebagai istrinya!"
Semenjak saat itu, sang Gembala Angsa tidak pernah terlihat lagi, dan tidak ada yang pernah tahu kemana sang Gembala Angsa pergi; sementara itu, bangsawan tua terpaksa pulang ke rumahnya karena tidak bisa menetap lebih lama lagi di kastil akibat sumpahnya untuk tidak akan pernah mau melihat wajah cucunya.
Sekarang si Bangsawan Tua itu masih duduk di dekat jendela, menangis dengan teramat sedih. Rambut putihnya tumbuh terurai hingga ke lantai, dan airmatanya mengalir seperti sungai yang menuju ke laut.