Wednesday, 3 February 2016

Cerita Si Pahit Lidah

Si Pahit Lidah
Dahulu di Sumatera Selatan tepatnya di daerah Sumidang ada sebuah kerajaan besar. Di Kerajaan itu hidup seseorang pangeran yang bernama Serunting. la memiliki sifat iri hati terhadap apa yang dimiliki orang lain. Pangeran Serunting telah memiliki istri. lstrinya memiliki seorang adik yang bernama Aria Tebing, yang kini menjadi adik ipar Pangeran Serunting. Serunting dan Aria Tebing masing-masing memiliki ladang, letak ladang mereka bersebelahan yang hanya dipisahkan pepohonan. Dan di bawah pepohonan itu tumbuh tanaman Cendawan. Namun, Cendawan yang tumbuh itu menghasilkan hal yang jauh berbeda. Jika diamati Cendawan yang menghadap ke arah ladang milik Aria Tebing tumbuh menjadi logam emas.
Sedangkan Cendawan yang menghadap ke arah ladang milik Serunting tumbuh menjadi tanaman parasit tanaman tidak berguna.
Mengetahui hal tersebut, Serunting menjadi iri hati pada Aria Tebing, setiap hari ia terus berburuk sangka pada adik iparnya itu, “Cendawan yang menghadap ke ladangku tumbuh menjadi tanaman yang tidak berguna, sedangkan yang menghadap ke arah ladang milik Aria Tebing tumbuh menjadi logam emas. Aku yakin, Ini pasti perbuatan Aria Tebing”.
Keesokan harinya, Serunting menghampiri Aria Tebing dengan perasaan dendam dan marah, ia kemudian mengajak Aria Tebing untuk berduel. “Kau telah berbuat curang kepadaku! Aku menantangmu untuk berduel esok hari!!” ucap Serunting.
“Tapi, tapi aku tidak pernah berbuat curang,” sahut Aria Tebing. Serunting tidak memperdulikannya, ia tetap menantangnya untuk berduel. Aria Tebing kebingungan. la tahu bahwa kakak iparnya itu adalah orang yang sakti, setelah lama berpikir, akhirnya Aria Tebing mendapat ide.
la kemudian menceritakan kejadian itu dan membujuk kakak kandungnya yang tak lain adalah istri dari serunting untuk memberitahukan rahasia kelemahan Serunting.
“Kak, beritahukanlah aku rahasia kelemahan suamimu. Aku dalam keadaan terdesak, jika aku kalah maka aku akan terbunuh,” ucap Aria Tebing memohon.
“Maaf adikku, aku tak mau mengkhianati suamiku, aku tak bisa memberi tahumu,” jawab istri serunting keberatan.
“Percayalah kak, ini demi adikmu! Jika aku mengetahui kelemahan suamimu, aku tidak akan membunuhnya,” bujuk Aria tebing lagi.
Akhirnya istri Serunting iba melihat adiknya yang terus memohon, kemudian ia memberitahukan bahwa kesaktian Serunting berada pada tumbuhan ilalang yang bergetar meskipun tak tertiup angin.
Keesokan harinya, sebelum bertanding, Aria Tebing sudah menancapkan tombaknya ke ilalang yang bergetar meskipun tak tertiup angin. Serunting pun akhirnya terluka parah dan kalah.
Serunting mengetahui bahwa istrinya lah yang memberi tahu Aria Tebing tentang kelemahannya, merasa dikhianati akhirnya Serunting pergi mengembara, ia bertapa di Guning Siguntang.
Saat sedang bertapa, ia mendengar suara Hyang Mahameru, “Wahai Serunting! Aku akan menurunkan ilmu kekuatan gaib kepadamu, apakah kau maul’ tanya Hyang Mahameru.
“Aku mau kekuatan gaib itu, wahai Hyang Mahameru, aku mau kekuatan itu,” jawab Serunting.
“Tapi, ada satu syarat yaitu kau harus bertapa di bawah pohon bambu. Setelah tubuhmu ditutupi oleh daun-daun dari pohon bambu itu, maka kamu berhasil mendapatkan kekuatan itu,” ucap Hyang Mahameru.
Dua tahun berlalu, Serunting masih bertapa, akhirnya daun-daun dari pohon bambu sudah menutupinya. Kini ia memiliki kesaktian yaitu setiap perkataan yang keluar dari mulutnya akan menjadi kenyataan dan kutukan.
Suatu hari, ia berniat ingin pulang ke kampung halamannya, di Sumidang. Di perjalanannya, ia mengutuk semua pohon tebu menjadi batu. “Hai pohon tebu, jadilah Batu,” teriaknya lantang. Dan dalam sekejap, pohon-pohon tebu tersebut menjadi batu. Lalu di sepanjang tepi Sungai iambi, ia kembali mengutuk semua orang yang ia jumpai menjadi batu.
Lama-kelamaan Serunting menjadi orang yang angkuh dan sombong. Akhirnya orang menjulukinya dengan nama Si Pahit Lidah.Namun saat Serunting tiba di sebuah Bukit Serut yang gundul, ia mulai menyadari kesalahannya. Lalu ia mengubah Bukit Serut menjadi hutan kayu. Dalam sekejap bukit itu berubah menjadi hutan kayu hingga masyarakat setempat berterima kasih kepadanya karena bukit itu telah menjadi hutan kayu yang akan menghasilkan hasil kayu yang berlimpah dan dijual di pasar untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Kemudian ia melanjutkan perjalanan dan tiba di Desa Karang Agung. Serunting melihat gubuk tua yang dihuni suami-istri yang sudah tua. Serunting mendatangi sepasang suami istri tua renta itu. Serunting berpura-pura meminta seteguk air minum.
Sepasang kakek dan nenek itu sangat ramah dan baik hati. Ternyata sudah lama mereka ingin dikaruniai seorang anak untuk membantu mereka bekerja. Serunting pun mengabulkannya.
Ketika melihat ada sehelai rambut yang rontok menempel pada baju sang nenek, Serunting mengambilnya lalu mengubah rambut itu menjadi seorang bayi. Pasangan tua itu bahagia dan berterima kasih kepada Serunting.
Serunting bahagia bisa membantu orang lain. Di sisa perjalanannya, Serunting belajar untuk membantu dan berusaha menolong orang yang kesulitan. Namun meskipun kalimat yang keluar dari mulutnya adalah kalimat baik dan untuk membantu orang yang membutuhkan, tetap saja orang-orang masih menjulukinya dengan nama Si Pahit Lidah.
Blog Gado-Gado


 

Cerita Timun Mas


Timun Mas
Alkisah hiduplah seorang perempuan tua pada zaman dahulu. Mbok Sirni namanya. Dia telah menjanda. Sejak masih bersuami, Mbok Sirni sangat menghendaki mempunyai anak. Namun, hingga suaminya meninggal dunia, belum juga dia dikaruniai seorang anak. Meski demikian, keinginan Mbok Sirni untuk mempunyai anak terus bergelora. Dia berharap ada seseorang yang berbaik hati memberikan anak kepadanya. Anak yang akan dirawatnya hingga kahirnya dapat membantunya bekerja setelah anak itu besar.
Pada suatu hari seorang raksasa datang menemui Mbok Sirni. Mbok Sirni sangat ketakutan akan dimangsa raksasa yang terlihat sangat menyeramkan tersebut.” Tuan Raksasa.” Kata Mbok Sirni dengan tubuh gemetar.” Jangan Engkau memangsaku. Aku telah tua, tubuhku tidak lagi enak untuk engkau mangsa.”
Mbok Sirni sangat bahagia melihat mentimun yang
dia tanam berbuah seorang bayi perempuan
“Sama sekali aku tidak ingin memangsamu, justru aku ingin memberimu sesuatu.” Sahut si Raksasa. Dia memberikan biji-biji tanaman mentimun kepada Mbok Sirni seraya berujar.” Tanamlah biji-biji mentimun ini, niscaya engkau akan mendapatkan apa yang ingin engkau kehendaki selama ini. Si Raksasa berpesan pada Mbok Sirni agar tidak menikmati hasil dari biji mentimun pemberiannya itu, melainkan hendaknya berbagi dengannya sebagai ucapan terima kasih Mbok Sirni kepadanya.
Mbok Sirni setuju dengan pesan si Raksasa. Dia lantas menanam bibit-bibit mentimun itu dihalaman rumahnya. Bibit mentimun itu sangat cepat tumbuh. Hanya berselang beberapa hari kemudian bibit tanaman mentimun itu telah tumbuh dan juga berbuah. Buah-buahnya sangat besar. Di antara buah-buah itu terdapat satu buah yang sangat besar. Warnanya kekuningan yang berkilauan seperti emas saaat terkena cahaya matahari.timun emas tumbuh menjadi anak yang sehat dan sangat cantik
Mbok Sirni mengambil buah yang paling bsaer itu dan membelahnya. Mbok Sirni sangat terkejut bercampur gembira ketika mendapati bayi perempuan yang cantik didalam buah mentimun emas tersebut. Mbok Sirni sangat bersyukur karena doa dan keinginannya selama ini untuk memiliki anak dikabulkan oleh tuhan. Dia lantas memberi nama bayi cantik itu dengan nama Timun Emas.
Mbok Sirni merawat Timun Emas dengan baik hingga Timun Emas tumbuh menjadi anak yang sehat dan semakin terlihat kecantikannya. Mbok Sirni sangat menyayangi Timun Emas, begitu juga sebaliknya.
Beberapa waktu kemudian Mbok Sirni kembali bertemu dengan Raksasa yang dahulu memberinya bibit mentimun. Si Raksasa memintanya memenuhi janjinya untuk membagi hasil biji mentimun ajaib dengannya. Sesungguhnya Mbok Sirni sangat tidak rela jika harus membagi anak kesayangannya dengan Raksasa. Dia juga bingung bagaimana cara membagi anak gadisnya Timun Mas. Untungnya si Raksasa masih berbaik hati dengan mengizinkan Timun Mas untuk tinggal bersama Mbok Sirni setelah Mbok Sirni mengungkapkan kebingungannya. Si Raksasa berkata.” Baiklah, gadis cantik itu boleh tinggal bersamamu sampai dengan umurnya yang ke tujuh belas. Setelah itu aku akan datang untuk memangsanya.”
Raksasa mengejar timun emas untuk dimangsa
Mbok Sirni sangat gembira mendengar ucapan si Raksasa. Setidaknya masih cukup waktu baginya memikirkan cara bagaimana agar anak gadis kesayangannya Timun Emas tidak dimangsa oleh Si Raksasa. Walaupun sedikit bergembira karena masih ada waktu baginya hidup bersama Timun Emas, namun dalam hati Mbok Sirni tetap dipenuhi ke kakhawatiran.
Timun Emas tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Sifat dan perilakunya yang baik menambah rasa sayang Mbok Sirni kepadanya. Dia taat dan penurut. Rajin pula dia membantu kerepotan Mbok Sirni yang telah dianggapnya sebagai ibu kandung. Aneka pekerjaan di rumah mbok Sirni dikerjakannya dengan baik. Dia memasak, mencuci, menyapu dan juga turut bersama Mbok Sirni mencari kayu bakar di hutan. Tidak berlebihan rasanya jika Mbok Sirni sangat menyayangi Timun Emas dan menganggapnya sebagai anak kandung. Namun demikian, seiring berjalannya waktu, Mbok Sirni menjadi sangat cemas jika teringat janjinya pada si raksasa. Sungguh sangat tidak rela dia jika anak gadis kesayangannya akan dimangsa si raksasa.
Pada suatu malam Mbok Sirni bermimpi. Dalam impiannya itu dia harus menemui seorang pertapa sakti yang berada di gunung gundul jika menghendaki anaknya selamat. Keesokan harinya Mbok Sirni menuju Gunung Gundul. Dia berjumpa dengan seorang pertapa. Dia meminta tolong kepada pertapa agar anaknya dapat terbebas dari si raksasa.
Sang Pertapa memberikan satu biji bibit tanaman mentimun, jarum, sebutir garam dan sepotong terasi kepada Mbok Sirni. “ Berikat semua itu kepada anakmu. Niscaya dia akan selamat dari raksasa yang hendak memangsanya.” Kata Sang Pertapa. Sang Pertapa menjelaskan cara menggunakan benda-benda pemberiannya itu.
Setelah mengucapkan terima kasih. Mbok Sirni bergegas kembali pulang ke rumah. Diberikannya benda-bendar dari Pertapa kepada Timun Emas.
Hanya berselang beberapa hari setelah itu, Si Raksasa pergi menuju rumah Mbok Sirni. Keinginannya untuk memangsa Timun Emas sudah tidak dapat dibendung. Jarak ke rumah Mbok Sirni masih cukup jauh namun dia sudah berteriak-teriak.” Hai perempuan tua! Lekas engkau serahkan anakmu itu untuk ku Mangsa secepatnya.”
Mbok Sirni keluar dari rumahnya dan menyahut.” Tuan raksasa, anakku telah menuju hutan tempat tinggalmu. Dia siap untuk engkau jadikan santapan.”
Si Raksasa melihat Timun Mas berlari di kejauhan. Tanpa menunggu lebih lama, Si Raksasa segera mengejar Timun Emas. Air Liur si Raksasa menetes-netes karena telah menguat keinginannya untuk secepat mungkin menyantap Timun Emas.
Timun Emas telah mengerahkan seluruh kekuatannya untuk dapoat berlari sekencang-kencangnya. Namun, langkah kaki si Raksasa yang lebar dan cepat membuat jarak antara Timun Emas dan Si Raksasa semakit dekat. Melihat si Raksasa sebentar lagi akan menangkapnya, Timun Emas lantas melemparkan satu bibit mentimun. Keajaiban terjadi, seketika bibit mentimun itu berubah menjadi tanaman mentimun yang sangat lebat dan banyak sekali buahnya. Terlihat menggiurkan sekali buah-buah mentimun itu. Si Raksasa dengan rakus langsung melahap semua buah-buah mentimun ajaib itu. Namun, ternyata sekian banyak buah mentimun belum memuaskan perut Si Raksasa yang rakus. Dia kembali mengejar Timun Emas yang sudah berlari cukup jauh. Semakin lama Timun Emas pun kembali akan disusul oleh Si Raksasa.
Jarum yang dilempar timun mas berubah menjadi bambu
Melihat posisinya yang semakin dekat kembali dengan si Raksasa, Timun Emas lalu melemparkan jarum yang dibawanya. Keajaiban kembali terjadi. Jarum yang dilemparkan Timun Emas berubah menjadi pohon bambu yang sangat lebat. Batang-batang pohon bambu itu tinggi dan tajam. Si Raksasa awalnya sangat kesulitan melewati hutan bambu yang seperti pagar menghalangi dirinya. Namun dengan ganas si raksasa mencabuti pohon-pohon bambu yang menghalanginya. Kedua kakinya yang tertusuk oleh batang-batang bambu tidak diperdulikannya. Dia kembali mengejar Timun Emas yang kembali menjauh.
Timun Emas kemudian melempar segenggam garam yang dibawanya saat mengetahii si raksasa kembali mendekat. Segenggam garam itu berubah menjadi lautan yang luas sehingga menjadi penghalang antara Timun Emas dan Si Raksasa.
Raksasa terjerembab masuk ke dalam lumpur hidup Keinginan si Raksasa untuk menyantap Timun Emas sudah begitu tinggi hingga dia pun berenang melintasi lautan luas itu. Dia berenang secepat yang dia bisa, walaupun itu sangat mnguras tenaganya. Si Raksasa kelelahan ketika tiba di daratan seberang laut, namun keinginannya untuk memangsa Timun Emas tidak surut, dengan goyah dia mencoba mengejar Timun Emas.
Timun Emas lantas melempar senjata terakhir yang dimilikinya yaitu sepotong terasi. Seperti kejadian ajib sebelumnya, sepotong terasi itu berubah menjadi lumpur hisap yang sangat luas. Si Raksasa yang terus mengejarnya kemudian terhisap lumpur hisap itu. Meski telah mengeluarkan seluruh tenaganya, Si Raksasa tidak berdaya menghadapi kekuatan lumpur hisap. Tubuhnya terus tenggelam terhisap masuk kedalam bumi. Jeritan dan raungan si Raksasa membahaha memenuhi langit, namun tidak ada yang bisa menolongnya. Si Raksasa akhirnya menemui kematian setelah seluruh tubuhnya terhisap masuk kedalam lumpur.
Timun Emas selamat. Dia mengucapkan syukur kepada tuhan karena telah terbebas dari raksasa bengis pemangsa manusia. Dia lantas kembali pulang ke rumahnya untuk menemui Mbok Sirni.
Betapa gembira dan bahagiannya Mbok Sirni mendapati Timun Emas selamat. Mbok Sirni dapat hidup tenang bersama Timun Emas tanpa khawatir harus menyerahkan Timun Emas kepada si Raksasa. Begitu Pula halnya dengan Timun Mas. Dia hidup tenang bersama perempuan tua yang telah dianggapnya sebagai ibu kandungnya sendiri.
Mereka pun hidup berbahagia.
Blog Gado-Gado

Tuesday, 2 February 2016

Cerita Peminpin yang Bertanduk

Peminpin yang Bertanduk
Dahulu kala, hiduplah seorang pemimpin yang sangat kejam terhadap rakyatnya. Saat marah kepada rakyatnya, ia selalu berkata, “Andai saja aku punya tanduk, pasti mereka akan Iebih takut padaku.” Tidak lama setelah ia mengucapkan perkataan ceroboh itu, dua tanduk tumbuh di kepaIanya.
Suatu hari, sang pemimpin menyuruh seorang tukang cukur memotong rambutnya. “Apa yang kau lihat di kepalaku?” tanya sang pemimpin dengan suara mengancam.“Aku tidak melihat apa-apa,” kata tukang cukur ketakutan.
“Jika kau bilang pada siapa pun bahwa aku punya tanduk, kau akan kugantung,” ancam sang pemimpin.
Tukang cukur pun pulang ke rumahnya dalam keadaan ketakutan. Semakin ia memikirkan rahasia sang pemimpin, semakin ingin la menceritakannya kepada seseorang.
Akhirnya, ia pergi ke sebuah ladang dan menggali tanah di bawah rumpun bambu. la masuk ke lubang hasil galiannya dan berucap pelan, “Pemimpin punya tanduk di kepalanya.” Setelah itu, tukang cukur pulang ke rumahnya.
Keesokannya, banyak orang yang hendak pergi ke pasar melewati rumpun bambu dekat lubang tempat tukang cukur menceritakan rahasia sang pemimpin. Beberapa orang berhenti saat mendengar suara dari rumpun bambu, “Pemimpin punya tanduk di kepalanya.”
Akhirnya, berita bahwa sang pemimpin mempunyai tanduk semakin tersebar dan sampai kepada pejabat-pejabat istana. Para pejabat segera mengunjungi rumah sang pemimpin. Tapi, istrinya mengatakan sang pemimpin tidak bisa ditemui karena sedang sakit. Padahal, sebenarnya sang pemimpin malu keluar rumah karena tanduknya telah tumbuh hingga mencapai satu meter.
Karena penasaran dengan berita tersebut, para pejabat mendobrak pintu kamar sang pemimpin dan melihat sang pemimpin dengan tanduknya. Salah seorang pejabat memerintahkan prajurit untuk membunuh sang pemimpin. Sebab, takut kalau sang pemimpin lama-lama akan menjadi binatang. Akhirnya, berakhirlah nyawa pemimpin yang kejam itu.

Cerita Lelaki Budha


Lelaki Budha
Di sebuah desa, hiduplah seorang laki-laki yang sangat baik. Suatu hari, seorang lama (guru agama Buddha di Tibet) melewati desa itu. Laki-laki baik bertemu sang lama.
“Aku ingin mendapat pencerahan, menjadi bijaksana dan pengasih agar bisa menolong makhluk hidup. Apa yang harus aku lakukan?” katanya. Lama menyuruh laki-laki baik untuk bersemedi di hutan dan memberi tahunya doa yang harus dibaca. Jika bisa taat melakukannya, ia akan mendapat pencerahan. Kemudian, laki-laki baik itu pergi ke hutan dan bersemedi di sebuah gua.
Dua puluh tahun sudah berlalu. Laki-laki baik itu akhirnya menghentikan semedinya. Tapi, ia tidak mendapatkan pencerahan. la kembali menemui sang lama.
“Selama dua puluh tahun aku bersemedi dan berdoa sesuai perintahmu. Tapi, aku tidak mendapat pencerahan,” katanya.
“Oh, aku khawatir semedi itu tidak ada gunanya untukmu. Kau tidak akan pernah mendapatkan pencerahan,” kata sang lama.
Laki-laki baik itu menangisi nasibnya. la tidak menyangka semua yang ia lakukan selama dua puIuh tahun telah sia-sia. la pun kembali ke dalam gua dan duduk di batu tempatnya bersemedi selama dua puluh tahun.
“Ah, biar aku teruskan saja semedi dan doaku. Lagipula apa lagi yang bisa aku lakukan,” katanya pasrah.
Tanpa keinginan meraih pencerahan, laki-laki baik itu meneruskan semedinya. Tapi, justru pada saat itulah ia mendapat pencerahan. Dari tubuhnya terpancar cahaya terang. Ternyata, seseorang harus melepaskan keinginannya untuk mendapat pencerahan. Sejak saat itu, si laki-laki baik bisa menolong sesama makhluk hidup dan mengajarkan ajaran Buddha.

Cerita Bawang Merah dan Bawang Putih

Bawang Merah dan Bawang Putih 
Pada zaman dahulu, hiduplah sebuah keluarga yang sangat bahagia. Keluarga itu mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik, dan berhati lembut bernama Bawang Putih. Bawah Putih sangat sopan tingkah lakunya dan santun budi bahasanya. Orang tua bawang putih sangat mencintai anaknya yang cantik, rajin dan baik hati tersebut. Mereka memberikan pendidikan perilaku dan kasih sayang sehingga bawang putih tumbuh menjadi pribadi yang berbakti pada orang tua.
Pada suatu hari, terjadilah sebuah musibah yang menimpa keluarga bahagia tersebut. Ibu Bawah Putih meninggal dunia karena sakit. Bawang Putih dan Ayahnya sangat sedih dengan kejadian ini. Untuk menghilangkan kesedihan Bawah Putih, ayahnya menikah lagi, Istri baru ayahnya adalah seorang janda dan mempunyai seorang anak perempuan bernama Bawang Merah. Ia seusia dengan Bawah Putih. Pada awalnya, mereka berdua sangat baik hati pada Bawang Putih.
Namun, lama kelamaan Bawang Merah dan Ibunya mulai memperlihatkan sifat asli mereka. Ternyata mereka jahat dan selalu menindas Bawang Putih. Bawang Putih disuruh mengerjakan semua pekerjaan rumah. Sedangkan mereka hanya bersantai-santai. Ayah Bawang Putih sama sekali tidak mengetahui hal ini. Karena ia selalu pergi berdagang keluar kota berbulan-bulan. Jika ayahnya pulang Bawang Putih tidak berani mengadukan perbuatan Ibu dan saudara tirinya. Nasib Bawang putih benar-benar sangat malang. Setelah ibunya meninggal, kini ayahnya pun meninggal karena sakit. Bawah Putih sangat sedih. Karena ia menjadi yatim piatu dan yang membuat ia sangat sedih. Bawang Putih harus tinggal bersama ibu dan saudari tirinya.
Suatu hari, ibu tirinya menyuruh Bawang Putih mencuci baju di sungai. ‘’ Bawang Putih, cucilah baju-baju kotor ini! Dan berhati-hatilah jangan sampai baju kesayanganku rusak atau hanyut disungai.’’ Perintah ibu tirinya.‘’ Baik bu.’’ Jawab Bawang Putih.
Bawang Putih pergi menuju sungai, ketika sedang mencuci. Tanpa sadar, salah satu baju ibunya hanyut terbawa arus sungai. Bawang Putih sangat panik dan takut, karena baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya.
Bawang Putih akhirnya kembali kerumah dan melapor kepada ibu tirinya. Ibunya sangat marah. ‘’ Dasar bodoh! Baju kesayanganku itu harganya sangat mahal. Apakah kau mampu untuk menggantinya? Cepat cari dan jangan pulang sebelum kau temukan bajuku!’’
Cerita Bawang Merah Bawang Putih
Bawang Pusih sangat sedih dan ia berjalan menyusuri aliran sungai. Ia lalu bertemu dengan seorang pemburu yang sedang minum di pinggir sungai. Ia bertanya kepada pemburu itu, ‘’ Permisi, apakah paman melihat sehelai baju yang hanyut.’’
‘’ Ya, aku melihatnya. Baju itu hanyut ke arah sana.’’ Ujar si pemburu.
Bawah Putih berjalan menuju arah yang di tunjuk si pemburu. Namun, baju ibunya tidak juga ketemu. Bawang Putih sudah hampir menyerah karena hari sudah mulai gelap. Ketika ia akan pulang , dari kejauhan ia melihat sebuah rumah. Bawang Putih berjalan kerumah itu dan mengetuk pintu. Keluarlah seorang nenek penghuni rumah.
‘’ Ada apa gadis cantik?’’ Tanya nenek itu.
‘’ Aku sedang mencari baju ibuku yang hanyut. Apakah nenek melihatnya?” Tanya Bawang Putih.
‘’ Kebetulan tadi ketika aku sedang mengambil air di sungai. Aku menemukan sehelai baju. Mungkin saja itu baju mulik ibumu.’’ Kata nenek itu.
Ketika Bawang Putih melihat baju itu. Ternyata benar baju itu milik ibunya.. ia sangat berterima kasih kepada nenek itu. Karena hari sudah malam, nenek itu menyuruh Bawang Putih menginap, dan bahkan tinggal di rumahnya selama lima hari.
Selama tinggal dirumah nenek itu. Bawang Putih sangat rajin. Nenek sangat senang kepadanya. Pada hari kelima ketika Bawang Putih akan pulang. Nenek itu memberikan hadiah kepada Bawang Putih karena sudah membantunya bekerja membersihkan rumah.
‘’ Bawang Putih, ini ada dua buah labu. Pilihlah salah satu.’’ Kata nenek itu.
Bawang Putih memilih labu yang kecil karena ia takut tidak kuat membawa yang besar. Setelah mengucapkan terima kasih, ia langsung bergegas pulang.
Setibanya ia dirumah. Bawang Putih membelah labu itu. Ia langsung terkejut karena di dalamnya berisi intan permata dan berlian sangat banyak. Ia menceritakan kejadian itu kepada ibunya sekaligus pertemuanya dengan nenek itu.
Mendengar cerita Bawang Putih, ibu tirinya langsung menyuruh Bawang Merah pergi kerumah nenek itu. Sebelum Bawang Merah pergi ibunya berpesan ‘’ Bawang Merah, pilihlah labu yang sangat besar. Di dalamnya pasti akan lebih banyak intan berlian.’’
Bawang Merah pergi kerumah nenek itu tinggal dan tinggal selama lima hari. Namun, sifat Bawang Merah sangat berbeda dengan Bawang Putih. Bawang Merah sangat malas. Ia tidak pernah membantu pekerjaan nenek. Kerjaannya hanya makan dan tidur. Akhirnya karena merasa kesal, setelah lima hari nenek menyuruh Bawang Merah pulang tanpa memberi hadiah labu.
Bawang Merah bertanya dengan ketus. ‘’ Hei nenek tua, bukankan seharusnya engkau memberiku labu?’’
Nenek itu kemudian memberikan labu yang besar kepada Bawang Merah. Maka tanpa mengucapkan terima kasih, Bawang Merah langsung bergegas pulang. Ia sangat senang karena mendapatkan labu yang lebih besar dari Bawang Putih.
Setelah sampai dirumah, Bawang merah dan ibunya segera mengusir Bawang putih dari rumah. Tidak lupa mereka mengunci pintu dan jendela dari dalam. Hal ini agar tidak ada orang lain yang tahu isi dari labi besar yang dibawa Bawang Merah. Bersama ibunya, ia langsung membelah labu besar itu. Dan tebayang dalam benak mereka intan permata yang berlimpah.
Namun ternyata, yang keluar dari labu tersebut bukanlahh intan permata seperti yang meraka bayangkan. Melainkan ratusan dan puluhan kelabang, kalajengking dan ular berbisa.
Ratusan ekor binatang berbisa itu menyerang ibu dan Bawang Merah. Mereka pun mati digigit oleh binatang-binatang berbisa itu akibat terlalu tamak.
Setelah kematian ibu dan saudara tirinya. Bawang putih hidup sebatang kara.
Walaupun demikian, karena Bawang Putih anak yang rajin dan baik, dia sangat disayangi oleh masyarakat disekitarnya. Dia pun dapat hidup berbahagia.

Cerita Jaka Sembung

JAKA SEMBUNG 
Alkisah Bajing Ireng adalah seorang pendekar wanita yang bernama asli Roijah dari Desa Kandang Haur. Melihat ketidak-adilan dan penderitaan rakyat, Bajing Ireng merampok harta orang-orang kaya dan tamak dan terutama para penjilat Kumpeni untuk didermakan kepada rakyat jelata yang menderita.
Penderitaan rakyat pada waktu itu bukan saja dari penjajah Belanda, tetapi juga akibat bencana alam yang bertubi-tubi. Suatu hari ketika pulang merampok di rumah Demang Asmara, Bajing Ireng dicegat oleh Jaka Sembung. Dia mengira bahwa Jaka Sembung (Joko Sembung) adalah orang bayaran Demang Asmara, maka Bajing Ireng langsung menyerang Jaka Sembung.
Sambil sibuk meladeni serangan Bajing Ireng, Jaka Sembung berusaha menjelaskan siapa sebenarnya dirinya. Setelah berhasil menjelaskan siapa dirinya sebenarnya, Bajing Ireng berbalik mengagumi ketangkasan Jaka Sembung yang bernama asli Parmin itu. Parmin adalah pendekar yang dianggap memberontak dan membahayakan pemerintahan Belada pada waktu itu. Dia adalah seorang buronan Belanda yang barang siapa bisa menangkapnya akan diberi hadiah yang besar oleh Belanda.
Demang Asmara yang sudah lama bersengkongkol dengan Kumpeni menyediakan diri dengan syarat jika berhasil menangka Jaka Sembung minta kedudukannya dinaikkan menjadi bupati. Dan Kumpeni pun sepakat, maka diaturlah siasat untuk menangkap Jaka Sembung dengan segala kelicikan Demang Asmara.
Dengan segala kelicikan Demang Asmara, akhirnya Jaka Sembung berhasil di tangkap dan dijebloskan kedalam penjara. Didalam penjara, Jaka Sembung mendapat perlakua bak binatang dan siksaan yang sagat berat. Penderitaannya di dalam tahanan seolah tiada hentinya.

Dendam Balung Wesi terhadap Ki Sapu Angin guru Jaka Sembung tak pernah padam membuat ia menjadi pembunuh dan melakukan perbuatan yang membabi buta karena dipengaruhi oleh ilusinya. Kehebatan pendekar sesat ini segera dimanfaatkan oleh seorang Demang, yaitu Juragan Asmara Cakradiningrat yang menjadi orang kepercayaan Kompeni Belanda dalam menindas setiap perjuangan rakyat di daerah Pasundan.
Selain Balung Wesi, Juragan Asmara menghimpun pula beberapa pendekar sesat untuk memerangi perjuangan rakyat yang dipimpin oleh Jaka Sembung. Sebagai seorang Pendekar yang disegani oleh Kompeni. Dalam perjuangannya melawan Kompeni yang dipimpin oleh Kapten De Koneng, Jaka Sembung dibantu oleh seorang pendekar wanita bernama Bajing Ireng. Bajing Ireng sebelumnya sudah berjuang melawan Kompeni seorang diri, dimana dia berlaku sebagai pencuri budiman, yaitu mencuri harta orang-orang kaya kepercayaan Kompeni maupun milik Kompeni sendiri untuk dibagikan pada rakyat yang miskin dan menderita.
Dalam perjuangannya, Jaka Sembung dan Bajing Ireng selalu dilindungi oleh gurunya masing-masing, yang masa sebelumnya para guru itu saling punya kaitan peristiwa sebelumnya dengan para pendekar sesat itu. Segala macam peristiwa dan penderitaan dialami baik oleh Jaka Sembung maupun Bajing Ireng dalam perjuangannya. Dan Musuh yang dihadapinya bukan saja para penjajah Kompeni, tapi juga bangsa sendiri yang rela menjual tenaga dan nyawanya untuk kepentingan sang penjajah.
Setelah melihat tekad dan keberanian dari Jaka Sembung dan Bajing Ireng, maka rakyat Pasundan bangkit kembali semangatnya untuk berjuang melawan kezaliman dan keserakahan Kompeni beserta pendukungnya.
Akhirnya dengan semangat yang menyala dan dukungan segenap masyarakat / rakyat Jaka Sembung dan Bajing Ireng akhirnya dapat menumpas Kompeni dibawah pimpinan Kapten De Koneng serta Juragan Asmara Cakradiningrat serta pengikutnya.


Blog Gado-Gado 
 

Cerita Jaka Tarub dan Bidadari

Jaka Tarub 
Pada zaman dahulu kala, di sebuah desa tinggallah seorang Janda bernama Mbok Randa. Ia tinggal seorang diri karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Suatu hari, ia mengangkat seorang anak Laki-laki menjadi anaknya. Anak angkatnya diberi nama Jaka Tarub. Jaka Tarub pun tumbuh beranjak dewasa.
Jaka Tarub menjadi pemuda yang sangat tampan, gagah, dan baik hati. Ia juga memiliki kesaktian. Setiap hari, ia selalu membantu ibunya di sawah. Karena memiliki wajah yang sangat tampan banyak gadis-gadis cantik yang ingin menjadi istrinya. Namun, ia belum ingin menikah.
Setiap hari ibunya menyuruh Jaka Tarub untuk segera menikah. Namun, lagi-lagi ia menolak permintaan ibunya. Suatu hari Mbok Randa jatuh sakit dan menghembuskan nafas terakhirnya. Jaka Tarub sangat sedih.
Sejak kematian Mbok Randha, Jaka Tarub sering melamun. Kini sawah ladang­nya terbengkalai.
“Sia-sia aku bekerja. Un­­tuk siapa hasilnya?” demikian gumam Jaka Tarub.
Suatu malam, Jaka Tarub bermimpi memakan Daging Rusa. Pada saat ia terbangun dari tidurnya, ia pun langsung pergi ke hutan. Dari pagi sampai siang hari ia berjalan. Namun, ia sama sekali tidak menjumpai Rusa. Jangankan Rusa, Kancil pun tidak ada.
Suatu ketika, ia melewati telaga itu dan secara tidak sengaja ia melihat para bidadari sedang mandi disana. Di telaga tampak tujuh perempuan can­­tik tengah bermain-main air, bercanda, ber­­suka ria. Jaka Tarub sangat terkejut melihat ke­­cantikan mereka.
Karena jaka Tarub merasa terpikat oleh tujuh bidadari itu, akhirnya ia mengambil salah satu selendangnya. Setelahnya para bidadari beres mandi, merekapun berdandan dan siap-siap untuk kembali ke kahyangan.
Mereka kem­bali mengenakan selendangnya masing-masing. Na­­­mun salah satu bidadari itu tidak mene­­mu­kan selendangnya. Keenam kakaknya turut membantu men­­cari, namun hingga senja tak ditemu­kan juga. Karena hari sudah mulai senja, Nawangwulan di tinggalkan seorang diri. Kakak-kakanya kembali ke Khayangan. Ia merasa sangat sedih.
Tidak lama kemudian Jaka Tarub datang menghampiri dan berpura-pura menolong sang Bidadari itu. Di ajaknya bidadari yang ternyata bernama Nawang Wulan itu pulang ke rumahnya. Kehadiran Nawang Wulan membuat Jaka Tarub kembali bersemangat.
Singkat cerita, merekapun akhirnya menikah. Keduanya hidup dengan Bahagia. mereka pun memiliki seorang putri cantik bernama Nawangsih. Sebelum mereka menikah, Nawang wulan mengingatkan kepada Jaka Tarub untuk tidak menanyakan kebiasan yang akan dilakukannya nanti setelahnya ia menjadi istri.
Rahasianya Nawang Wulan yaitu, Ia memasak nasi selalu menggunakan satu butir beras, dengan sebutir beras itu ia dapat menghasilkan nasi yang banyak. Setelah mereka menikah Jaka Tarub sangat penasaran. Namun, dia tidak bertanya langsung kepada Nawang wulan melainkan ia langsung membuka dan melihat panci yang suka dijadikan istrinya itu memasak nasi. Ia melihat Setangkai padi ma­sih tergolek di dalamnya, ia pun segera menutupnya kembali. Akibat rasa penasaran Jaka Tarub. Nawang Wulan kehilangan kekuatannya. Sejak saat itu, Na­wang Wulan harus menumbuk dan me­nam­pi beras untuk dimasak, seperti wa­ni­ta umumnya.
Karena tumpukan pa­di­­nya terus berkurang, suatu waktu, Na­­wangwulan tanpa sengaja menemukan selendang bi­da­­­da­ri­nya terselip di antara tumpukan pa­di. ternyata selendang tersebut ada di lumbung gabah yang di sembunyikan oleh suaminya.
Nawang wulan pun merasa sangat marah ketika suaminyalah yang mencuri selendangnya. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi ke kahyangan. Jaka Tarub pun meminta maaf dan memohon kepada istrinya agar tidak pergi lagi ke kahyanngan, Namun Nawangwulan sudah bulat tekadnya, hingga akhirnya ia pergi ke kahyangan. Namun ia tetap sesekali turun ke bumi untuk menyusui bayinya. Namun, dengan satu syarat, jaka tarub tidak boleh bersama Nawangsih ketika Nawang wulan menemuinya. Biarkan ia seorang diri di dekat telaga.
Jaka Tarub menahan kesedihannya dengan sangat. Ia ingin terlihat tegar. Setelah Jaka Tarub menyatakan kesanggupannya untuk tidak bertemu lagi dengan Nawangwulan, sang bidadaripun terbang meninggalkan dirinya dan Nawangsih. Jaka Tarub hanya sanggup menatap kepergian Nawangwulan sambil mendekap Nawangsih. Sungguh kesalahannya tidak termaafkan. Tiada hal lain yang dapat dilakukannya saat ini selain merawat Nawangsih dengan baik

Cerita Jaka Tingkir

Jaka Tingkir
Jaka Tingkir Keris Kyai Setan Kober – merupakan sebuah pusaka Jaka Tingkir yang berwujud keris yang diciptakan oleh empu jawa asal dari jawa barat. Keris yang terkenal sakti ini adalah warisan pusaka dari Sunan Kudus untuk Jaka Tingkir. Pusakan tersebut belum pernah terkalahkan dan belum pernah tertandingi oleh siapapun semenjak di pegang oleh jaka tingkir. keris yang ditujukan untuk dipunyai oleh seseorang pemimpin daerah juga sebagai fasilitas tolak bala, serta mengamankan wilayahnya dari ada masalah mahluk halus maupun serangan gaib.
Keris kyai setan kober yang berwatak keras, berhawa panas serta angker menakutkan, bikin merinding siapa saja yang melihatnya. Masalah kegagalan Arya Penangsang itu juga bikin Sunan Kudus jadi cemas serta kuatir. Bagaimanakah bila Jaka Tingkir datang untuk menuntut balas? Siapa yang dapat hadapi? Sunan Kudus tidak mengerti begitu tinggi pengetahuan kanuragan yang dipunyai Adipati Adiwijaya itu hingga keris Kyai Setan Kober juga tak dapat melukai badannya sedikitpun. Arya Penangsang menekan Sunan Kudus supaya di beri ijin untuk mengadakan penyerangan ke Kadipaten Pajang, lantaran telah kepalang basah. Dari pada terserang duluan oleh Pajang, tambah baik menyerang duluan.
Tetapi Sunan Kudus menghalanginya. Sunan Kudus masih tetap mempunyai satu langkah lagi, masih tetap ada satu siasat untuk memancing Adipati Adiwijaya keluar untuk dimusnahkan semua pengetahuan kanuragan yang dipunyainya, supaya makin gampang membunuhnya. Siasat dikerjakan. Sunan Kudus dengan didampingi Sunan Bonang, mengundang Jaka Tingkir untuk dipertemukan dengan Arya Penangsang untuk usaha perdamaian. Tempat serta waktunya telah mereka atur. Sunan Kudus telah mempersiapkan 2 tempat duduk dari batu. Sunan Kudus mewanti-wanti agar Arya Penangsang tak duduk di batu di samping kanannya, lantaran batu itu batu keramat, berniat di ambil dari suatu candi serta bakal melunturkan kesaktian siapa saja yang duduk di atasnya. Batu itu disiapkan untuk Jaka Tingkir agar seluruhnya pengetahuan kesaktiannya luntur.
Namun ketika datang ke tempat pertemuan itu, Jaka Tingkir sudah tahu melalui rasa batinnya bahwa batu yang bakal didudukinya memiliki kandungan satu daya gaib negatif yang kuat. Sekalipun kegaiban batu itu masih tetap belum cukup kuat untuk punya pengaruh kepadanya, namun ia tidak ingin demikian saja termakan kelicikan mereka. Jaka Tingkir menampik untuk duduk sekalipun berulang-kali dipersilakan duduk, hingga Arya Penangsang juga menghinanya lantaran dikira takut duduk di batu itu. ” Silahkan saja anda yang duduk disitu bila berani! “, demikian kata Jaka Tingkir pada Arya Penangsang. Lantaran malu hati termakan oleh omongannya sendiri, pada akhirnya dengan menutup-nutupi kekhawatirannya, Arya Penangsang geser duduk di batu itu. Sebentar duduk di batu itu merasa oleh Arya Penangsang bahwa ada daya dingin yang mengalir masuk ke badannya serta merasa kekuatannya melemah, terhisap hilang ke batu itu.
Kegaiban batu itu sudah bekerja kepadanya. Beberapa Sunan juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi lantaran terlanjur telah berlangsung. Jaka Tingkir datang penuhi undangan itu dengan membawa keris Kyai Setan Kober sitaannya. Dihadapan Arya Penangsang serta Sunan Bonang, Jaka Tingkir menyerahkan keris itu pada Sunan Kudus, juga sebagai bukti perbuatan jahat Arya Penangsang kepadanya. Lalu sembari mengatakan banyak saran, Sunan Kudus menyerahkan keris itu kembali pada Arya Penangsang. Namun Arya Penangsang yaitu seseorang yang tinggi hati. Telah terlanjur malu, ia tidak ingin demikian saja terima dianya dipersalahkan. Sembari menghunus Setan Kober kerisnya ia menantang perang pada Jaka Tingkir. ” Perselisihan mesti dikerjakan dengan cara laki-laki! “, demikian tuturnya. ” Bila saya sendiri yang menusukkan keris ini ke badanmu, belum pasti anda masih tetap bakal dapat sombong “. Dengan cara refleks Jaka Tingkir juga mencabut kerisnya, berdiri siap bertarung dengan kerisnya di tangan kanannya.
Namun Sunan Kudus serta Sunan Bonang cepat-cepat melerai mereka serta memerintahkan Arya Penangsang menyarungkan kembali kerisnya. Pada akhirnya mereka semasing pulang dengan tak ada perdamaian diantara mereka. Untunglah ketika itu Arya Penangsang ingin menyarungkan kerisnya. Bila tak, pastilah telah tamat riwayatnya. Kesaktian Jaka Tingkir masih tetap terlampau tinggi. Kesiuran pancaran udara daya kesaktiannya merasa sekali saat ia refleks mencabut kerisnya serta siap bertarung dengan keris di tangan kanannya. Bila hingga berlangsung pertarungan, seluruhnya yang ada disitu tak ada yang dapat menahannya. Terlebih nyatanya keris yang ada di tangan Jaka Tingkir yaitu Kyai Sengkelat, keris yang tambah lebih sakti dibanding Kyai Setan Kober serta seluruhnya pusaka yang ada di Demak waktu itu. Berbarengan keris Kyai Sengkelat di tangan Jaka Tingkir, yang tak tahu darimana didapatkannya, sudah jadikan Jaka Tingkir seseorang yang tentukan tanding.
Kombinasi wahyu keris yang sudah menyatu dengan pribadi Jaka Tingkir sudah jadikan efektivitas wahyu keilmuan serta wahyu spiritual yang sudah ada pada dianya berlipat ganda ganda pengaruhnya. Jaka Tingkir dipenuhi dengan ilham untuk memperdalam, juga untuk membuat ilmu-ilmu baru. Ditambah lagi ia juga mewarisi ilmu-ilmu tua masa Singasari serta Majapahit. Saat sudah masak usianya Jaka Tingkir jadi salah seseorang manusia sakti yang susah sekali di cari tandingannya. Keris Kyai Sengkelat sudah temukan pasangannya, seseorang manusia berpribadi ksatria serta berbudi pekerti tinggi yang searah dengan pribadi wahyu keris itu, yang juga mempunyai wahyu raja didalam dianya, sesuai sama perkenan Dewa. Sesudah peristiwa itu Sunan Kudus memerintahkan Arya Penangsang untuk bertapa serta berpuasa 40 hari untuk memulihkan kembali kesaktiannya serta untuk ditambahkan dengan ilmu-ilmu baru yang lebih tinggi lagi.

Cerita Pattimura

Pattimura
Pattimura lahir pada tanggal 8 Juni 1783 dari ayah Frans Matulesi dengan Ibu Fransina Silahoi. Munurut M. Sapidja ( penulis buku sejarah pemerintahan pertama) mengatakan bahwa “pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan" Ia adalah pahlawan yang berjuang untuk Maluku melawan VOC Belanda. Sebelumnya Pattimura adalah mantan sersan di militer Inggris. pada tahun 1816 Inggris bertekuk lutut kepda belanda. Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura.
Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengoordinir raja-raja dan patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda.

Di Saparua, dia dipilih oleh rakyat untuk memimpin perlawanan. Untuk itu, ia pun dinobatkan bergelar Kapitan Pattimura. Pada tanggal 16 Mei 1817, suatu pertempuran yang luar biasa terjadi. Rakyat Saparua di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura tersebut berhasil merebut benteng Duurstede. Tentara Belanda yang ada dalam benteng itu semuanya tewas, termasuk Residen Van den Berg.
Pasukan Belanda yang dikirim kemudian untuk merebut kembali benteng itu juga dihancurkan pasukan Kapitan Pattimura. Alhasil, selama tiga bulan benteng tersebut berhasil dikuasai pasukan Kapitan Patimura. Namun, Belanda tidak mau menyerahkan begitu saja benteng itu. Belanda kemudian melakukan operasi besar-besaran dengan mengerahkan pasukan yang lebih banyak dilengkapi dengan persenjataan yang lebih modern. Pasukan Pattimura akhirnya kewalahan dan terpukul mundur.

Di sebuah rumah di Siri Sori, Kapitan Pattimura berhasil ditangkap pasukan Belanda. Bersama beberapa anggota pasukannya, dia dibawa ke Ambon. Di sana beberapa kali dia dibujuk agar bersedia bekerjasama dengan pemerintah Belanda namun selalu ditolaknya.
 Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon.

Cerita Si Singamangaraja

Legenda Si Singamangaraja 

Ketika Sisingamangaraja XII dinobatkan menjadi Raja Batak, waktu itu umurnya baru 19 tahun. Sampai pada tahun 1886, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan damai di bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang masih muda. Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-sedikit berdagang. Kalau Raja Sisingamangaraja XII mengunjungi suatu negeri semua yang “terbeang” atau ditawan, harus dilepaskan. Sisingamangaraja XII memang terkenal anti perbudakan, anti penindasan dan sangat menghargai kemerdekaan. Belanda pada waktu itu masih mengakui Tanah Batak sebagai “De Onafhankelijke Bataklandan” (Daerah Batak yang tidak tergantung pada Belanda.
Tahun 1837, kolonialis Belanda memadamkan “Perang Paderi” dan melapangkan jalan bagi pemerintahan kolonial di Minangkabau dan Tapanuli Selatan. Minangkabau jatuh ke tangan Belanda, menyusul daerah Natal, Mandailing, Barumun, Padang Bolak, Angkola, Sipirok, Pantai Barus dan kawasan Sibolga.
Karena itu, sejak tahun 1837, Tanah Batak terpecah menjadi dua bagian, yaitu daerah-daerah yang telah direbut Belanda menjadi daerah Gubernemen yang disebut “Residentie Tapanuli dan Onderhoorigheden”, dengan seorang Residen berkedudukan di Sibolga yang secara administratif tunduk kepada Gubernur Belanda di Padang. Sedangkan bagian Tanah Batak lainnya, yaitu daerah-daerah Silindung, Pahae, Habinsaran, Dairi, Humbang, Toba, Samosir, belum berhasil dikuasai oleh Belanda dan tetap diakui Belanda sebagai Tanah Batak yang merdeka, atau ‘De Onafhankelijke Bataklandan’.
Pada tahun 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh dan tentaranya mendarat di pantai-pantai Aceh. Saat itu Tanah Batak di mana Raja Sisingamangaraja XII berkuasa, masih belum dijajah Belanda.
Tetapi ketika 3 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1876, Belanda mengumumkan “Regerings” Besluit Tahun 1876” yang menyatakan daerah Silindung/Tarutung dan sekitarnya dimasukkan kepada kekuasaan Belanda dan harus tunduk kepada Residen Belanda di Sibolga, suasana di Tanah Batak bagian Utara menjadi panas.
Raja Sisingamangaraja XII yang kendati secara clan, bukan berasal dari Silindung, namun sebagai Raja yang mengayomi raja-raja lainnya di seluruh Tanah Batak, bangkit kegeramannya melihat Belanda mulai menganeksasi tanah-tanah Batak.
Raja Sisingamangaraja XII cepat mengerti siasat strategi Belanda. Kalau Belanda mulai mencaplok Silindung, tentu mereka akan menyusul dengan menganeksasi Humbang, Toba, Samosir, Dairi dan lain-lain.
Raja Sisingamangaraja XII cepat bertindak, Beliau segera mengambil langkah-langkah konsolidasi. Raja-raja Batak lainnya dan pemuka masyarakat dihimpunnya dalam suatu rapat raksasa di Pasar Balige, bulan Juni 1876. Dalam rapat penting dan bersejarah itu diambil tiga keputusan sebagai berikut :
1. Menyatakan perang terhadap Belanda
2. Zending Agama tidak diganggu
3. Menjalin kerjasama Batak dan Aceh untuk sama-sama melawan Belanda.
Terlihat dari peristiwa ini, Sisingamangaraja XII lah yang dengan semangat garang, mengumumkan perang terhadap Belanda yang ingin menjajah. Terlihat pula, Sisingamangaraja XII bukan anti agama. Dan terlihat pula, Sisingamangaraja XII di zamannya, sudah dapat membina azas dan semangat persatuan dan suku-suku lainnya.
Tahun 1877, mulailah perang Batak yang terkenal itu, yang berlangsung 30 tahun lamanya.
Dimulai di Bahal Batu, Humbang, berkobar perang yang ganas selama tiga dasawarsa, 30 tahun.
Belanda mengerahkan pasukan-pasukannya dari Singkil Aceh, menyerang pasukan rakyat semesta yang dipimpin Raja Sisingamangaraja XII.
Pasukan Belanda yang datang menyerang ke arah Bakara, tempat istana dan markas besar Sisingamangaraja XII di Tangga Batu, Balige mendapat perlawanan dan berhasil dihempang.
Belanda merobah taktik, ia menyerbu pada babak berikutnya ke kawasan Balige untuk merebut kantong logistik Sisingamangaraja XII di daerah Toba, untuk selanjutnya mengadakan blokade terhadap Bakara.
Tahun 1882, hampir seluruh daerah Balige telah dikuasai Belanda, sedangkan Laguboti masih tetap dipertahankan oleh panglima-panglima Sisingamangaraja XII antara lain Panglima Ompu Partahan Bosi Hutapea. Baru setahun kemudian Laguboti jatuh setelah Belanda mengerahkan pasukan satu batalion tentara bersama barisan penembak-penembak meriam.
Tahun 1883, seperti yang sudah dikuatirkan jauh sebelumnya oleh Sisingamangaraja XII, kini giliran Toba dianeksasi Belanda. Domino berikut yang dijadikan pasukan Belanda yang besar dari Batavia (Jakarta sekarang), mendarat di Pantai Sibolga. Juga dikerahkan pasukan dari Padang Sidempuan.
Raja Sisingamangaraja XII membalas menyerang Belanda di Balige dari arah Huta Pardede. Baik kekuatan laut dari Danau Toba, pasukan Sisingamangaraja XII dikerahkan. Empat puluh Solu Bolon atau kapal yang masing-masing panjangnya sampai 20 meter dan mengangkut pasukan sebanyak 20 x 40 orang jadi 800 orang melaju menuju Balige. Pertempuran besar terjadi.
Pada tahun 1883, Belanda benar-benar mengerahkan seluruh kekuatannya dan Sisingamangaraja XII beserta para panglimanya juga bertarung dengan gigih. Tahun itu, di hampir seluruh Tanah Batak pasukan Belanda harus bertahan dari serbuan pasukan-pasukan yang setia kepada perjuangan Raja Sisingamangaraja XII.
Namun pada tanggal 12 Agustus 1883, Bakara, tempat Istana dan Markas Besar Sisingamangaraja XII berhasil direbut oleh pasukan Belanda. Sisingamangaraja XII mengundurkan diri ke Dairi bersama keluarganya dan pasukannya yang setia, juga ikut Panglima-panglimanya yang terdiri dari suku Aceh dan lain-lain.
Pada waktu itulah, Gunung Krakatau meletus. Awan hitam meliputi Tanah Batak. Suatu alamat buruk seakan-akan datang. Sebelum peristiwa ini, pada situasi yang kritis, Sisingamangaraja XII berusaha melakukan konsolidasi memperluas front perlawanan. Beliau berkunjung ke Asahan, Tanah Karo dan Simalungun, demi koordinasi perjuangan dan perlawanan terhadap Belanda.
Dalam gerak perjuangannya itu banyak sekali kisah tentang kesaktian Raja Sisingamangaraja XII.
Perlawanan pasukan Sisingamangaraja XII semakin melebar dan seru, tetapi Belanda juga berani mengambil resiko besar, dengan terus mendatangkan bala bantuan dari Batavia, Fort De Kok, Sibolga dan Aceh. Barisan Marsuse juga didatangkan bahkan para tawanan diboyong dari Jawa untuk menjadi umpan peluru dan tameng pasukan Belanda.
Regu pencari jejak dari Afrika, juga didatangkan untuk mencari persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini dijuluki “Si Gurbak Ulu Na Birong”. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun terus bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar, sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat Situmorang. Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta, Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung. Panglima Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1889.
Tahun 1890, Belanda membentuk pasukan khusus Marsose untuk menyerang Sisingamangaraja XII. Pada awal abad ke 20, Belanda mulai berhasil di Aceh.
Tahun 1903, Panglima Polim menghentikan perlawanan. Tetapi di Gayo, dimana Raja Sisingamangaraja XII pernah berkunjung, perlawanan masih sengit. Masuklah pasukan Belanda dari Gayo Alas menyerang Sisingamangaraja XII.
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Ia bertempur sampai titik darah penghabisan. Boru Sagala, Isteri Sisingamangaraja XII, ditangkap pasukan Belanda. Ikut tertangkap putra-putri Sisingamangaraja XII yang masih kecil. Raja Buntal dan Pangkilim. Menyusul Boru Situmorang Ibunda Sisingamangaraja XII juga ditangkap, menyusul Sunting Mariam, putri Sisingamangaraja XII dan lain-lain.
Tahun 1907, di pinggir kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang, gugurlah Sisingamangaraja XII oleh peluru Marsuse Belanda pimpinan Kapten Christoffel. Sisingamangaraja XII gugur bersama dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta putrinya Lopian. Konon Raja Sisingamangaraja XII yang kebal peluru tewas kena peluru setelah terpercik darah putrinya Lopian, yang gugur di pangkuannya.
Pengikut-pengikutnya berpencar dan berusaha terus mengadakan perlawanan, sedangkan keluarga Sisingamangaraja XII yang masih hidup ditawan, dihina dan dinista, mereka pun ikut menjadi korban perjuangan.
Demikianlah, tanpa kenal menyerah, tanpa mau berunding dengan penjajah, tanpa pernah ditawan, gigih, ulet, militan, Raja Sisingamangaraja XII selama 30 tahun, selama tiga dekade, telah berjuang tanpa pamrih dengan semangat dan kecintaannya kepada tanah air dan kepada kemerdekaannya yang tidak bertara.
Itulah yang dinamakan “Semangat Juang Sisingamangaraja XII”, yang perlu diwarisi seluruh bangsa Indonesia, terutama generasi muda.
Sisingamangaraja XII benar-benar patriot sejati. Beliau tidak bersedia menjual tanah air untuk kesenangan pribadi.
Sebelum Beliau gugur, pernah penjajah Belanda menawarkan perdamaian kepada Raja Sisingamangaraja XII dengan imbalan yang cukup menggiurkan. Patriotismenya digoda berat. Beliau ditawarkan dan dijanjikan akan diangkat sebagai Sultan. Asal saja bersedia takluk kepada kekuasaan Belanda. Beliau akan dijadikan Raja Tanah Batak asal mau berdamai. Gubernur Belanda Van Daalen yang memberi tawaran itu bahkan berjanji, akan menyambut sendiri kedatangan Raja Sisingamangaraja XII dengan tembakan meriam 21 kali, bila bersedia masuk ke pangkuan kolonial Belanda, dan akan diberikan kedudukan dengan kesenangan yang besar, asal saja mau kompromi, tetapi Raja Sisingamangaraja XII tegas menolak. Ia berpendirian, lebih baik berkalang tanah daripada hidup di peraduan penjajah.
Blog Gado-Gado

Cerita Sangkuriang

SANGKURIANG (Legenda Gunung Tangkuban Perahu)

Pada jaman dahulu, di Jawa Barat hiduplah seorang putri raja yang bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu di dalam hutan. Setiap berburu, dia selalu ditemani oleh seekor anjing kesayangannya yang bernama Tumang. Tumang sebenarnya adalah titisan dewa, dan juga bapak kandung Sangkuriang, tetapi Sangkuriang tidak tahu hal itu dan ibunya memang sengaja merahasiakannya.
Pada suatu hari, seperti biasanya Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu. Setelah sesampainya di hutan, Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia melihat ada seekor burung yang sedang bertengger di dahan, lalu tanpa berpikir panjang Sangkuriang langsung menembaknya, dan tepat mengenai sasaran. Sangkuriang lalu memerintah Tumang untuk mengejar buruannya tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau mengikuti perintah Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka Sangkuriang lalu mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah bersamanya lagi.
Sesampainya di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Begitu mendengar cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah. Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke kepala Sangkuriang. Karena merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk pergi mengembara, dan meninggalkan rumahnya. 
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa setiap hari, dan meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya kembali. Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi tersebut, maka Dewa memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usia muda selamanya.
Setelah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat untuk pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat terkejut sekali, karena kampung halamannya sudah berubah total. Rasa senang Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan kecantikan wanita tersebut, maka Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di waktu dekat. Pada suatu hari, Sangkuriang meminta ijin calon istrinya untuk berburu di hatan. Sebelum berangkat, ia meminta Dayang Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan ikat kapalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi, karena pada saat dia merapikan ikat kepala Sangkuriang, Ia melihat ada bekas luka. Bekas luka tersebut mirip dengan bekas luka anaknya. Setelah bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu, Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut adalah anaknya sendiri.
Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.
Setiap hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah terjadi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara terbaik. Dia mengajukan dua buah syarat kepada Sangkuriang. Apabila Sangkuriang dapat memenuhi kedua syarat tersebut, maka Dayang Sumbi mau dijadikan istri, tetapi sebaliknya jika gagal maka pernikahan itu akan dibatalkan. Syarat yang pertama Dayang Sumbi ingin supaya sungai Citarum dibendung. Dan yang kedua adalah, meminta Sangkuriang untuk membuat sampan yang sangat besar untuk menyeberang sungai. Kedua syarat itu harus diselesai sebelum fajar menyingsing.
Sangkuriang menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan menyelesaikannya sebelum fajar menyingsing. Dengan kesaktian yang dimilikinya, Sangkuriang lalu mengerahkan teman-temannya dari bangsa jin untuk membantu menyelesaikan tugasnya tersebut. Diam-diam, Dayang Sumbi mengintip hasil kerja dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena Sangkuriang hampir menyelesaiklan semua syarat yang diberikan Dayang Sumbi sebelum fajar.
Dayang Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain sutera berwarna merah di sebelah timur kota. Ketika melihat warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira kalau hari sudah menjelang pagi. Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak dapat memenuhi syarat yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi.
Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.
 

Cerita Si Jampang

Legenda Si Jampang

Jampang adalah lelaki Betawi yang hidup pada masa Indonesia masih dijajah Belanda. Ia dikenal tinggi ilmu silatnya. Piawai pula memainkan golok untuk senjata. Sejak masih muda usianya, Si Jampang suka merampok. Hingga kemudian ia menikah, tetap juga kebiasaannya merampok itu dilakukannya. Bahkan ketika istrinya meninggal dunia dan anaknya telah beranjak remaja.
Meski dikenal sebagai perampok, Si Jampang tidak ingin anaknya itu mengikuti jejaknya. Ia menghendaki anaknya menjadi ahli agama. Maka, hendak dimasukkannya anaknya itu ke pesantren. Anak Si Jampang bersedia masuk pesantren dengan syarat ayahnya itu menghentikan tindakan buruknya. “Masak anaknya mengaji di pesantren tapi babehnya kerjaannya merampok? Apa kata orang nanti, Be?”
Si Jampang hanya tertawa mendengar ucapan anaknya. Pada suatu hari Si Jampang mengunjungi Sarba, sahabat Iamanya. Ia telah lama tidak berkunjung. Sama sekali tidak disangkanya jika sahabatnya itu telah meninggal dunia.
Ia ditemui Mayangsari, istri mendiang Sarba. Mayangsari bercerita, ia dan suaminya itu dahulu berziarah ke Gunung Kepuh Batu. Mereka berdoa di tempat itu dan memohon agar dikaruniai anak. Sarba berjanji,jika doanya dikabulkan, ia akan menyumbang dua ekor kerbau. Doa mereka akhirnya dikabulkan Tuhan. Mayangsari hamil dan akhirnya melahirkan seorang anak lelaki yang mereka beri nama Abdih. Ketika Abdih beranjak remaja, Sarba meninggal dunia. “Kata orang, suami aye’ itu meninggal karena lupa pada janjinya yang akan menyumbang dua ekor kerbau.”
Mendapati Mayangsari telah menjanda sementara dirinya juga telah menduda, Si Jampang lantas melamar Mayangsari. Namun, Mayangsari menolak dengan kasar pinangan Si Jampang. Si Jampang yang sakit hati lalu mencari dukun untuk mengguna-gunai Mayangsari. Dengan bantuan keponakannya yang bernama Sarpin, didapatkannya dukun itu. Pak Dul namanya, seorang dukun dari kampung Gabus. Si Jampang lantas mengguna-gunai Mayangsari dengan guna-guna dari Pak Dul.
Mayangsari jadi gila setelah terkena guna-guna. Ia sering berbicara dan tertawa sendiri. Abdih yang sangat prihatin pun berusaha mencari cara untuk menyembuhkan kegilaan yang dialami ibunya. Abdih lantas mencari dukun. Kebetulan dukun yang ditemuinya adalah Pak Dul dari kampung Gabus hingga Pak Dul dapat dengan mudah melepaskan gunaguna yang mengena pada diri Mayangsari.
Si Jampang lantas menemui Abdih dan menyatakan minatnya untuk memperistri ibu Abdih itu.
“Aye tidak menolak pinangan Mang’ Jampang untuk ibu aye, tapi aye minta syarat, Mang,” jawab Abdih.
“Syarat apa yang kamu minta?”
“Aye minta sepasang kerbau untuk mas kawinnya, Mang,”
Si Jampang menyanggupi, meski sepasang kerbau bukan perkara yang gampang untuk didapatkan Si Jampang. Si Jampang berusaha memikirkan cara untuk mendapatkan sepasang kerbau. Teringatlah ia pada Haji Saud yang tinggal di Tambuh. Haji Saud sangat kaya, namun sangat kikir. Si Jampang lantas menghubungi Sarpin dan mengajak keponakannya itu merampok rumah Haji Saud.
Rupanya, rencana perampokan itu telah diketahui Haji Saud. Haji Saud telah menghubungi polisi. Para polisi segera bersiaga di sekitar rumah Haji Saud. Maka, ketika Si Jampang dan Sarpin yang mengenakan baju hitam-hitam itu datang hendak merampok, para polisi segera mengepungnya. Si Jampang ditangkap dan dipenjarakan. Ia kemudian dijatuhi hukuman mati.
Kematian Si Jampang disambut gembira para tauke dan tuan tanah karena merasa terbebas dari keonaran yang dilakukan Si Jampang. Namun, kematian Si Jampang ditangisi rakyat miskin. Meski dikenal selaku perampok, namun Si Jampang banyak memberikan bantuannya kepada mereka. Kebanyakan Si Jampang membagi-bagikan hasil rampokannya itu kepada mereka yang membutuhkan. Bagi rakyat miskin, Si Jampang adalah sosok pahlawan.

Cerita Si Pitung

Si Pitung Jagoan Betawi

Pada jaman dahulu. Di daerah Jakarta Barat, tepatnya di Rawabelong, tinggalah sepasang suami istri dengan seorang anak laki-laki. Anak laki-laki tersebut bernama si Pitung.
Sejak Pitung kecil, mereka sangat berharap agar anak semata wayangnya itu tumbuh menjadi anak yang baik dan soleh. Oleh karena itu, Pitung di sekolahkan di pesantren milik seorang guru ngaji bernama Haji Naipin.
Jimat si Pitung – Golok si Pitung
Di pesantren Haji Naipin, Pitung di ajarkan mengaji, membaca, menulis, berhitung, dan bela diri. Pitung sangat pandai. Ia merupakan salah satu murid kesayangan dan kebanggan Haji Naipin. Setelah ilmu yang di pelajarinya cukup, Pitung kembali ke rumah. Kedua orang tuanya menyambut kepulangan Pitung dengan rasa senang. Nyaknya memasakan makanan yang sangat lezat. Pitung memakan hidangan tersebut dengan lahap. Maklum, selama di pesantren ia biasa makan seadanya.
Selama di rumah, Pitung sangat rajin membantu orang tua. Ia mengembala kambing milik babehnya. Setiap pagi ia selalu menggiring kambing-kambing ke daerah perbukitan yang banyak rumput. Kambing-kambing di biarkan makan sampai perutnya kenyang. Setelah matahari terbenam, barulah ia pulang ke rumah.
Kehidupan Pitung sangat sederhana. Babenya tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Biasanya ia datang ke ladang orang dan membeli buah-buahan yang masih setengah matang. Harga belinya lebih murah. Lalu, buah itu diperam. Setelah matang, baru dijual ke pasar dengan harga lebih tinggi.
Pada suatu hari, babehnya menyuruh Pitung menjual dua ekor Kambing ke pasar Tanah Abang.
‘’ Pitung, Badan Babeh serasa tidak enak. Lo bantu babeh jualin kambing-kambing ini ke pasar?’’ ujar ayahnya.
‘’ Tentu saja Beh.’’ Jawab Pitung.
‘’ Pastikan harganya jangan terlalu rendah ya.’’ Ujar Babeh si Pitung
sejarah si pitung jagoan betawi
Pergilah Pitung ke Tanah Abang sambil menggiring dua ekor Kambingnya yang akan di jual. Kambing yang di bawa Pitung, kambing yang sehat dan gemuk-gemuk. Para pembeli tertarik dengan kambing Pitung. Tidak perlu menunggu lama. Kedua kambing itu telah laku terjual. Pitung sangat senang. Uang hasil menjual kambing di masukkan kedalam kantong celananya, ia bergegas pulang pulang. Namun, di tengah jalan ia bertemu dengan segerombolan preman.
‘’ Hei, mau kemana lo?’’ Tanya salah satu dari mereka.
‘’ Mau pulang, Bang?’’ jawab Pitung dengan santai.
‘’ Di mana rumah lo?’’ tanyanya lagi sambil merogoh kantong celana Pitung.
‘’ Di Rawabelong, Bang.’’ Jawab Pitung
‘’ Ya sudah, pulang sana.’’ Ujar preman itu
Pitung segera pulang. Pitung tidak sadar kalau uang di dalam kantongnya hasil menjual Kambing, ternyata sudah di ambil para preman tadi. Ketika Pitung sudah hampir sampai rumah, Pitung merogoh kantongnya bermaksud mengeluarkan uang hasil menjual kambingnya untuk di serahkan kepada babehnya. Namun, uang tersebut tidak ada.
Pitung teringat ketika ia bertemu dengan preman, dan di ajak mengobrol. Salah satu dari preman mengambil uangnya dari dalam celana.
‘’ Ah, bodoh banget sih gue. Sampe gak sadar preman-preman tadi ngajak ngobrol. Ujar Pitung menyesal.
Pitung lalu kembali ke tempat pertemuannya dengan para preman. Para preman tak mau mengaku telah mengambil uangnya. Mereka terus menerus membantah. Akhirnya, Pitung mengeluarkan jurus bela dirinya. Ilmu yang di dapatnya dari Haji Naipin sangat berguna pada saat seperti ini. Para preman akhirnya menyerah dan mengembalikan uang Pitung. Mereka lalu lari ketakutan.
Pemimpin gerombolan preman yang bernama Rais, sangat kagum dengan kehebatan ilmu bela diri yang di miliki Pitung. Lalu, pemimpin preman mencari tahu tempat tinggal Pitung dan mendatanginya. Rais berniat mengajak Pitung untuk bergabungnya untuk mencopet di pasar. Pitung sangat terkejut dan langsung saja menolak. Ilmu yang ia dapat dari pesantren melakukan perbuatan yang tidak terpuji itu.
Pitung malah memberikan nasihat kepada mereka agar tidak lagi berbuat jahat kepada orang lain. Ia menasehatinya mereka agar membantu orang yang kesusahan. Mereka bingung. Bagaimana cara membantu orang-orang susah. Sedangkan mereka sendiri hidup serta kekurangan.
Pitung mencari cara. Akhirnya, Pitung mendapatkan ide. Ia dan gerombolan preman itu akan mencopet dan merampok orang-orang kaya yang sombong. Hasil rampokkannya akan mereka berikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Semenjak Pitung dan kawan-kawannya mulai beraksi, warga miskin sangat senang dan gembira. Kehidupan mereka berubah menjadi sedikit lebih baik. Meskipun Pitung seorang penyelamat bagi kaum miskin, ia tetap di anggap melakukan perbuatan yang tidak baik.. kompeni Belanda pada waktu itu berkuasa di Jakarta berusaha menangkap Pitung.
Suatu hari ketika beraksi, Pitung berhasil di tangkap. Ia di jebloskan ke dalam penjara. Namun, Pitung berhasil melarikn diri dengan memanjat atap penjara. Ketika kabur dari penjara, di ketahui oleh polisi dan sempat mengejarnya serta menembaknya. Tetapi karena jimat si pitung menjadikan tubuhnya kebal, tubuhnya tidak bisa di tembus oleh peluru.
Pitung lalu melarikan diri dan menjadi buronan polisi. Polisinya mencari kemana-mana. Keluarganya pun menjadi sasaran pencarian Pitung. Begitu juga dengan gurunya, Haji Naipin. Ia bahkan di paksa meberitahukan kelemahan Pitung. Haji Naipin akhirnya memberitahukan kelemahan Pitung yaitu di lempar dengan Telur Busuk. Para Polisi mencari Pitung ke berbagai Wilayah Jakarta. Berdasarkan penyeledikan mereka, Pitung bersembunyi di rumah kekasihnya di Kota Bambu.
Ketika di serang Pitung masih berusaha melawan. Namun, para Polisi sudah tahu kelemahannya. Mereka langsung melempar Pitung dengan Telur Busuk ke tubuh Pitung. Ketika ia mulai tidak berdaya, Polisi langsung menembaknya. Pitung akhirnya tewas.
Sebagian orang terutama orang miskin, Pitung di kenal sebagai Pahlawan. Mereka yang sempat di bantu oleh Pitung mengenang jasa-jasanya. Namun, Pitung tetap di anggap penjahat karena menolong orang dengan perbuatan yang tidak terpuji.

Monday, 1 February 2016

Kisah Seribu satu Malam

Abu Nawas 

Abu Nawas pernah menghancurkan barang-barang di istana tanpa bisa dicegah Baginda Raja. Keinginan Raja untuk menangkap Abu Nawas dan menjebloskannya ke penjara begitu besar. Maka dibuatlah perintah agar Abu Nawas bisa dipersalahkan. 
Maka Baginda mengajak Abu Nawas berburu beruang. Abu Nawas tak berani menolak meskipun ia sangat takut pada beruang.
Setelah persiapan dibuat, perburuan pun dimulai. Namun perjalanan menuju hutan itu rasa-rasanya akan terhalang karena tiba-tiba cuaca berubah mendung. 
Baginda Raja pun memanggil Abu Nawas. “Tahukah engkau mengapa kupanggil menghadap?” tanya Baginda tanpa senyum. 
“Ampun Baginda, hamba belum tahu.”
“Sebentar lagi akan turun hujan tapi hutan masih jauh. Apapun yang terjadi, nanti saat tiba waktunya santap siang kita harus berkumpul di peristirahatanku. Nah, … demi kelancaran perjalanan, sekarang kita berpencar. Ingat, jangan sampai menghadiri santap siang dengan baju basah.”


Karena Raja Harun sengaja menjebak Abu Nawas maka ia diberi kuda yang lamban. Sementara rombongan lainnya masing-masing menerima kuda yang sigap dan kuat. Maka seluruh rombongan pun mulai bergerak.
Tak lama setelah rombongan berangkat tiba-tiba turun hujan. Baginda dan rombongannya segera memacu kuda menuju tempat perlindungan terdekat. Meski kuda mereka lari secepat angin nyatanya mereka semua tetap basah kuyup. Ketika waktu santap siang tiba Baginda pun segera menuju tempat peristirahatan dengan baju basahnya.
Sebelum baju Baginda dan para pengawalnya mengering tiba-tiba Abu Nawas datang menyusul dengan kudanya. Baju Abu Nawas tak tampak basah, padahal kuda-kuda tercepat pun tak bisa menghindari hujan sederas itu. Raja Harun pun dibuat makin penasaran.
Demi dapat mengalahkan Abu Nawas, pada perburuan hari kedua Baginda Raja menukarkan kudanya dengan yang lamban. Sementara Abu Nawas kini memperoleh kuda yang mampu berlari cepat.
Seperti sudah diduga sebelumnya, hujan turun lagi menghadang perjalanan para pemburu. Baginda dan para pengawal pun kontan basah kuyup karena kuda mereka memang tak bisa berlari kencang. Dan ketika tiba waktu untuk santap siang, Abu Nawas sudah berada di tempat peristirahatan menunggu kedatangan Baginda dan para pengawal.
Saat mendatangi tempat makan, Baginda Raja keheranan menemukan Abu Nawas sudah santai dengan pakaiannya yang kering. “Terus terang saja, sebenarnya bagaimana caramu menghindari hujan?” tanya Baginda.
“Caranya mudah saja, Tuanku yang mulia,” kata Abu Nawas sambil tersenyum. “Baik kemaren maupun hari ini, hamba sebenarnya tidak bisa menghindar dari hujan. Rahasianya, begitu hujan turun hamba langsung melepas pakaian dan melipatnya. Hamba menduduki pakaian ini agar tak kehujanan. Jadi hamba menembus hujan tanpa berpakaian.”
Mau tak mau Raja Harun Al Rasyid tersenyum mengakui kecerdikan Abu Nawas.

Aladin dan Lampu Ajaib

ALADIN DAN LAMPU AJAIB

Aladin adalah seorang laki-laki yang berasal dari Negara Persia. Dia tinggal berdua dengan ibunya. Mereka hidup dalam kesederhanaan. Hingga pada suatu hari ada seorang laki-laki yang datang kerumah Aladin. Laki-laki itu berkata kalau dia adalah saudara laki-laki almarhum bapaknya yang sudah lama merantau ke Negara tetangga. Aladin dan ibunya sangat senang sekali, karena ternyata mereka masih memiliki saudara.
“Malang sekali nasibmu saudaraku”, kata laki-laki itu kepada aladin dan ibunya. “Yang penting kita masih bisa makan,paman”, jawab Aladin. Karena merasa prihatin dengan keadaan saudaranya tersebut, maka laki-laki itu bermaksud untuk mengajak Aladin ke luar kota. Dengan seijin ibunya,lalu Aladin mengikuti pamannya pergi ke luar kota.

Perjalanan yang mereka tempuh sangat jauh sekali, dan pamannya tidak mengijinkan Aladin untuk beristirahat. Saat Aladin meminta pamannya untuk berhenti sejenak, pamannya langsung memarahinya. Hingga akhirnya mereka sampai di suatu tempat di tengah hutan. Aladin lalu diperintahkan pamannya untuk mencari kayu bakar. “Nanti ya paman, Aladin mau istirahat dulu”, kata Aladin. Pamannya sangat marah setelah mendengar jawaban Aladin tersebut. “Berangkatlah sekarang, atau kusihir engkau menjadi katak”, teriak pamannya. Melihat pamannya sangat marah,lalu Aladin bergegas berangkat mencari kayu.

Setelah mendapatkan kayu, pamannya lalu membuat api dan mengucapkan mantera. Aladin sangat terkejut sekali, karena setelah pamannya membacakan mantera, tiba-tiba tanah menjadi retak dan membentuk lubang. Aladin mulai bertanya pada dirinya sendiri, “Apakah dia benar pamanku? Atau dia hanya seorang penyihir yang ingin memanfaatkan aku saja?”

“Aladin, turunlah kamu kelubang itu. Ambilkan aku lampu antic di dasar gua itu”, suruh pamannya. “AKu takut paman”, kata Aladin. Pamannya lalu memberikan cincin kepada Aladin. “Pakailah ini, cincin ini akan melindungimu”, kata pamannya. Kemudian Aladin mulai turun kebawah.

Setelah sampai di bawah, Aladin sangat takjub dengan apa yang dia lihat. Di dasar gua tersebut Aladin menemukan pohon yang berbuahkan permata dan banyak sekali perhiasan. “Cepat kau bawa lampu antiknya padaku, Aladin. Jangan perdulikan yang lain”, teriak pamannya dari atas. Aladin lalu mengambil lampu antik itu, dan mulaimemanjat ke atas. Tetapi setelah hamper sampai di atas, Aladin melihat pintu gua sudah tertutup dan hanya terbuka sedikit. Aladin mulai berpikir kalau pamannya akan menjebaknya. “Cepat Aladin, lemparkan saja lampunya”, teriak pamannya. “Tidak, aku tidak akan memberikanlampu ini, sebelum aku sampai di atas”,jawab Aladin.

Setelah berdebat, paman Aladin menjadi tidak sabar dan akhirnya "Brak!" pintu lubang ditutup, dan pamannya meninggalkan Aladin terkurung di dalam lubang bawah tanah. Aladin menjadi sedih, dan duduk termenung. Kini dia tau kalau sebenarnya laki-laki tersebut bukanlah pamannya, dan dia hanya diperalat oleh laki-laki itu. Aladin lalubmencari segala cara supaya dapat keluar dari gua, tetapi usahanya selalu sia-sia. "Aku sangat lapar, dan ingin bertemu ibuku, ya Tuhan, tolonglah hambamu ini !", ucap Aladin.

Lampu AladinSambil berdoa, Aladin mengusap-usap lampu antik dan berpikir kenapa laki-laki penyihir itu ingin sekali memiliki lampu itu. Setelah digosok-gosok, tiba-tiba di sekelilingnya menjadi merah dan asap membumbung. Bersamaan dengan itu muncul seorang raksasa. Aladin sangat ketakutan. "Maafkan saya, karena telah mengagetkan Tuan", saya adalah Jin penunggu lampu. Apa perintah tuan padaku?”, kata raksasa "Oh, kalau begitu bawalah aku pulang kerumah." "Baik Tuan, naiklah kepunggungku, kita akan segera pergi dari sini", kata Jin lampu. Dalam waktu singkat, Aladin sudah sampai di depan rumahnya. "Kalau tuan memerlukan saya, panggillah saya dengan menggosok lampu itu".

Aladin menceritakan semua hal yang di alaminya kepada ibunya. "Mengapa penyihir itu menginginkan lampu kotor ini ya ?", kata Ibu Aladin. “Ini adalah lampu ajaib Bu!”, jawab Aladin. Karena ibunya tidak percaya, maka Aladin lalu menggosok lampu itu. Dan setelah Jin lampu keluar, Aladin meminta untuk disiapkan makanan yang enak-enak. Taklama kemudian ibunya terkejur,karena hidangan yang sangat lezat sudah tersedia di depan mata.

Demikian hari, bulan, tahunpun berganti, Aladin hidup bahagia dengan ibunya. Aladin sekarang sudah menjadi seorang pemuda. Suatu hari lewat seorang Putri Raja di depan rumahnya. Ia sangat terpesona dan merasa jatuh cinta kepada Putri Cantik itu. Aladin lalu menceritakan keinginannya kepada ibunya untuk memperistri putri raja. "Tenang Aladin, Ibu akan mengusahakannya". Ibu pergi ke istana raja dengan membawa permata-permata kepunyaan Aladin. "Baginda, ini adalah hadiah untuk Baginda dari anak laki-lakiku." Raja amat senang. "Wah..., anakmu pasti seorang pangeran yang tampan, besok aku akan datang ke Istana kalian dengan membawa serta putriku". Setelah tiba di rumah Ibu segera menggosok lampu dan meminta Jin lampu untuk membawakan sebuah istana. Aladin dan ibunya menunggu di atas bukit. Tak lama kemudian jin lampu datang dengan Istana megah di punggungnya. "Tuan, ini Istananya". Esok hari sang Raja dan putrinya datang berkunjung ke Istana Aladin yang sangat megah. "Maukah engkau menjadikan anakku sebagai istrimu ?", Tanya sang Raja. Aladin sangat gembira mendengarnya. Lalu mereka berdua melaksanakan pesta pernikahan.

Tidak disangka, ternyata si penyihir ternyata melihat semua kejadian itu melalui bola kristalnya. Ia lalu pergi ke tempat Aladin dan pura-pura menjadi seorang penjual lampu di depan Istana Aladin. Ia berteriak-teriak, "tukarkan lampu lama anda dengan lampu baru !". Sang permaisuri yang melihat lampu ajaib Aladin yang usang segera keluar dan menukarkannya dengan lampu baru. Segera si penyihir menggosok lampu itu dan memerintahkan jin lampu memboyong istana beserta isinya dan istri Aladin ke rumahnya.

Ketika Aladin pulang dari berkeliling, ia sangat terkejut karena istananya hilang. Aladin lalu teringat dengan cincin pemberian laki-laki penyihir. Digosoknya cincin tersebut, dan keluarlah Jin cincin. Aladin bertanya kepada Jin cincin tentang apa yang sudah terjadi dengan istananya. Jin Cincin kemudian menceritakan semuanya kepada Aladin. "Kalau begitu tolong bawakan istana dan istriku kembali lagi kepadaku”, seru Aladin. "Maaf Tuan, kekuatan saya tidaklah sebesar Jin lampu," kata Jin cincin. "Kalau begitu, Tolong Antarkan aku ke tempat penyihir itu. Aku akan ambil sendiri", seru Aladin. Sesampainya di Istana, Aladin menyelinap masuk mencari kamar tempat sang Putri dikurung. Putri lalu bilang kalau penyihir itu sedang tidur karena kebanyakan minum Bir. Setelah mengetahui kalau penyihir itu tidur, maka Aladin menyelinap ke dalam kamar laki-laki penyihir tersebut.

Setelah berhasil masuk dalam kamar, Aladin lalu mengambil lampu ajaibnya yang penyihir dan segera menggosoknya. "Singkirkan penjahat ini", seru Aladin kepada Jin lampu. Penyihir terbangun, lalu menyerang Aladin. Tetapi Jin lampu langsung membanting penyihir itu dan melemparkan ke luar istana. "Terima kasih Jin lampu, bawalah kami dan Istana ini kembali ke tempatnya semula". Sesampainya di Persia Aladin hidup bahagia. Ia mempergunakan sihir dari peri lampu untuk membantu orang-orang miskin dan kesusahan.